Selamatkan Dirimu dari Berita Hoax!

Kita sepakat berita hoax menjadi ancaman terbesar dan serius bagi pelaku media dan pembaca yang pastinya. Beruntungnya tadi saya ikut acara yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru di perpustakaan wilayah, Sabtu, 18 Maret 2017. Acara dengan tema Hoax, Kebebasan Pers dan Gen Z ini sangat menarik. Terlebih ada kegelisahan, kejengkelan, bahkan keputusasaan pribadi terhadap berita Hoax yang makin menjadi-jadi. Sebagai mahasiswa jurnalistik, saya merasa apa yang saya pelajari dengan susah payah di kelas mengenai pemberitaan yang baik dan sesuai dengan kaidah jurnalistik dengan mudahnya dinodai oleh mereka-mereka yang tidak paham esensi jurnalistik itu sendiri. Bagi mereka yang penting bagaimana mereka bisa meraup untung sebanyak-banyaknya dari kebohongan yang mereka sebarkan.

Photo 3-18-17, 9 50 16 AM

Dari seminar yang disampaikan oleh Suwarjono, Ketua AJI Indonesia, setidaknya ada tiga penyebab hoax.

  1. Untuk mendapatkan keuntungan bisnis
  2. Untuk propaganda
  3. Algoritma media.

Keuntungan bisnis yang mereka dapatkan dari berita hoax ini lumayan, di AS saja fake news itu bisa menghasilkan $1000/bulan. Dan untuk sanksinya sendiri menurut saya pribadi tidak terlalu ketat. Paling media yang ketahuan menyebar berita hoax, nanti hanya dengan minta maaf. Semudah itu, kalaupun nanti diblokir oleh Kominfo, media penyebar berita hoax bukannya hilang, malah makin menjamur.

Karena apa?

Karena tipe pembaca digital Indonesia itu masih “menelan mentah-mentah” apa yang dilihat, dibaca, dan didengar, gak skeptis. Apa yang lewat di timeline sosial media langsung dibaca dan diterima saja, tanpa sedikitpun usaha untuk mencari tahu kebenarannya.

Apalagi kalau sudah mendekati pesta demokrasi, mau pilkada, pilpres, penyebaran berita hoax makin menjadi-jadi. Bikin geram. Malah sampai gak tau lagi mau percaya sama media yang mana. Masing-masing media punya preference terhadap pilihan politiknya. Mendukung atau kontra. Jarang sekali dan sangat susah untuk mencari media yang benar-benar netral.

Dan isu SARA menjadi penyulut api kebencian dan perpecahan paling ampuh dan menyebar begitu cepat. Bukan main-main, berita hoax yang dicover isu SARA bisa membelah serta menghancurkan negara kita. Memecah masyarakat negeri ini. Ini sudah kita rasakan pada pilpres 2014 dan pilkada Februari silam. Dan akan terus kita hadapi seterusnya dan seterusnya jika penyebar hoax belum juga bertobat dan pembaca digital belum teredukasi dengan baik.

Kecenderungannya, kita membaca berita yang “lewat” di timeline facebook, twitter, dan social media sejenisnya yang dishare oleh teman-teman maya. Jarang sekali orang yang dengan sengaja membuka web portal online secara langsung, pasti meng-klik berita yang dibagikan oleh teman. Hal ini disebabkan oleh adanya kepercayaan lebih terhadap teman. Apa yang dibaca dan dibagikan banyak orang itu diasumsikan sebagai informasi yang sedang hangat dibicarakan saat itu. Padahal belum tentu juga yang dibagikan teman di social media merupakan berita yang benar. Terkadang sumber masalahnya disini, ketika satu orang membagikan berita hoax, lalu teman lainnya membagikan, dan dibagikan. Begitu seterusnya.  Sehingga akhirnya menyebar begitu cepat. Kalo kata Pak Suwarjono soh, “Saring before Sharing!”

Tahu gak kalo tindakan kita di sosial media itu dipantau, direkam, kemudian terbentuk algoritma media. Pernah ngalamin gak waktu lagi nyari-nyari barang di toko online, dan gak lama setelah itu ketika berselancar di sosial media barang yang barusan dilihat muncul di layar yang kita buka. Apa di bagian atas, kiri atas, pokoknya itu barang bakal gentayangan di beranda facebook atau website yang sedang kita buka.

Tau kenapa?

Itu karena media sosial dirancang untuk mempelajari dan mengikuti kebiasaan kita. Jika kamu sukanya baca berita online yang pro terhadap satu hal, maka kamu akan digempur dengan berita sejenis seterusnya. Sehingga apa yang akan kamu baca hanyalah seputar itu saja. Jika sekalinya kamu baca berita hoax, maka selanjutnya kamu akan disuguhi berita hoax lainnya. Apa yang kita lihat pada tampilan sosial media kita, itu adalah hasil dari kebiasaan kita. Apa jadinya jika kita dijejali terus menerus dengan berita bohong akibat dari kebiasaan kita membaca berita hoax?

Makanya sangat penting untuk menjadi cerdas di dunia maya. Begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan kita. Jadilah pembaca yang cerdas, jangan mudah percaya apalagi terpengaruh terhadap sesuatu yang belum terverifikasi kebenarannya.

Memerangi hoax adalah tugas dan tanggungjawab kita bersama. Aku, kamu, dan kita semua!

5 thoughts on “Selamatkan Dirimu dari Berita Hoax!

  1. Hafidh Frian

    Berita hoax emang lagi ngetrend yaa. Budayakan cek and recheck dg sumber lain. Give comparation. And conclude with own diifferentiation. Salam kenal btw

    1. betul, aku setuju banget, mas. Kasian pembaca yang cuma ngandalin baca berita dari satu sumber aja. Ini tugas kita bersama sih buat berantas hoax. Salam kenal juga :))

  2. Jadi sedih kalau ngeliat kondisi kita yang mudahnya percaya dengan berita tanpa crosscheck terlebih dahulu. Istilahnya mudah digiring kemana-mana. Saring before Sharing itu kata-kata yang mengena banget. Seenggaknya kalau semua masyarakat sadar akan hal itu berita-berita palsu dapat ditekan. Setuju juga kalau memerangi hoax adalah tugas setiap individu. Nggak cuma mesti kita hindari, tapi juga perlu ajak orang menghindari

    Jadi kamu mahasiswi jurnalistik? Temanku ada juga yang mahasiswi jurnalistik dan wawasan doi luas banget. Sepertinya kamu juga sama ya

    1. Iya, berita hoax harus kita berantas sendiri, mulai dari diri sendiri.
      Iya, I’m journalism student, pasti seru banget kalo bisa ngobrol sama temanmu itu, mas. Mas orang mana anyway?

Leave a reply to Hafidh Frian Cancel reply